PENALARAN DALAM PENULISAN KARYA
ILMIAH
Dalam suatu
penalaran harus didasari oleh logika dalam membuat suatu karya ilmiah yang
sesuai dengan fakta dan bukti yang otentik sehingga dihasilkan suatu data yang
dapat di pertanggung jawabkan sehingga dapat mendapat kesimpulan yang akurat
dalam karya ilmiah yang akan dihasilkan.
A. Pengertian dan Jenis Penalaran
Penalaran (reasioning) adalah
suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk
menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang
sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan
kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para
ahli (otoritas).
Secara umum, ada dua jenis
penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.
1. Penalaran Induktif dan
Coraknya
Penalaran induktif adalah suatu
proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang
umum.
Penalaran Induktif dapat
dilakukan dengan tiga cara:
a. Generalisasi
Generalisasi adalah proses
penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk
menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu.
Generalisasi diturunka dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui
pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat
berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa
politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus
itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
Beberapa contoh penalaran
induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman,
seorang ibu dapat membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai
ungkapan rasa lapar atau haus, sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya,
seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau,
gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan
turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa
semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.
b. Analogi
Analogi adalah suatu proses yag
bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki
kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini
adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan
menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal
lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan merupakan ciri pokok atau
esensial dari dua hal yang dianalogikan.
Beberapa contoh penalaran
induktif dengan cara analogi adalah sebagai berikut:
1) Dalam riset medis, para
peneliti mengamati berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen
binatang seperti tikus dan kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan
karakter anatomis dengan manusia. Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan
bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi
pada manusia.
2) Dr. Maria C. Diamond, seorang
profesor anatomi dari University of California tertarik untuk meneliti pengaruh
pil kontrasepsi terhadap pertumbuha cerebral cortex wanita, sebuah bagian otak
yang mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah
hormon yang isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan
pertumbuhan yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak
diberi hormon itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil
kontrasepsi dapat menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut,
Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi
pada tikus, akan terjadi pula pada manusia.
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran induktif dengan melalui
hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum
kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam
rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul
tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu
sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam
dunia ilmu pengetahuan.
Contoh:
1) Ketika seorang ibu melihat
awan tebal menggantung, dia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya.
Tindakannya itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) adalah
pertanda akan turun hujan (akibat).
2) Seorang petani menanam
berbagai jenis pohon dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat
dan dia beri pupuk. Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu
bahkan mati. Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya
rusak da dipenuhi rayap. Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut
menyimpulkan bahwa biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).
2. Penalaran Deduktif dan
Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu
proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori
atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu,
ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus
atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan
mati.
Dari contoh tersebut dapat
diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai
pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari
keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian
generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang
berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat
dilakukan dengan dua cara:
a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses
penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk
menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi
merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak
karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas,
silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar
bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan
geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota
kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme,
berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau
peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi
yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula
bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan
adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah
cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah
pemikir.
b. Entinem
Entiem adalah suatu proses
penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme
secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir
adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah
renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro
adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
Kalau proses penalaran itu
dirubah dalam bentuk entinem, maka bunyinya hanya menjadi ”Pak Sastro adalah
renternir, yang menghisap darah orang yang sedang kesusahan.”B. Hubungan
Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran
Karya tulis ilmiah adalah tulisan
yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang
tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang
bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya
tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada
lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai
atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da
telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah
karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan
unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam
menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara
berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.
Metode berpikir keilmuan sendiri
selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang
benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang
mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap
permasalahan yang dikaji.
C. Salah Nalar, Pengertian dan
Macamnya
Salah nalar (reasioning atau
logical fallacy) adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru
menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor
emosional, kecerobohan atau ketidaktahuan.
Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di
sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa
menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata
pelajaran lainnya dengan baik.”
Pernyataan tersebut tidaklah
tepat. Bahwa Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting, memang benar.
Tetapi kalau dikatakan terpenting, tampaknya perlu dipertanyakan.
Salah tafsir dapat terjadi karena
kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran relevansi dan peggunaan otoritas yang
berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas
4 (empat) macam:
1. Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena
kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas
mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan
orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan
generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty
or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis
membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius
akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah
benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan
satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor
penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar,
keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika
seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum
diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering
ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok,
keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi,
melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu
disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah
korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang
berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.
2. Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan
karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak
memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang
berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya
dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai.
Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3. Kekeliruan kasualitas (sebab
akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi
karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang,
karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan
ujian karena lupa tidak sarapan
4. Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi
apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah
kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring
the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa
diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal
itu.
b. Penyembunyian persoalan
(biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk
memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena
penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan
baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan
tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.
5. Penyandaran terhadap prestise
seseorang
Salah nalar disini terjadi karena
penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut
terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar
karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya
oleh orang lain
b. Pernyataan yang dibuat
berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji
kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita
sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut
merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial
ekonominya.
Daftar Pustaka :
http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/
http://azqiyaazumi.blogspot.com/2012/03/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah.html
http://ddesar.blogspot.com/2014/03/tulisan-1-konsep-penalaran-ilmiah-dalam_22.html
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/sarana-berfikir-ilmiah-9/
http://lacusza.blogspot.com/2014/03/konsep-penalaran-ilmiah-dalam-kaitannya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar